Sepertinya, aku bukan makhluk hidup...
Aku, Sandra, selalu
dijadikan mainan oleh orang-orang tak punya otak. Mereka memperlakukanku sangat
biadab. Mempermainkanku seperti wanita murahan. Aku adalah model. Model yang
tiap hari memperagakan busana model terbaru. Setiap hari mereka melucuti
pakaianku dengan mudahnya dihadapan banyak orang, kemudian menggantinya dengan
busana baru. Pada dasarnya, aku senang ketika memperagakan busana model baru.
Orang-orang akan melihatku seperti wanita yang sangat cantik menawan dengan
balutan busana indah di tubuhku. Tetapi tidak dengan temanku, Nancy.
Nasibnya berbeda denganku. Walaupun kami satu profesi,
tetapi hidupnya lebih terhina. Dia selalu dijadikan model pakaian dalam wanita
dan dipaksa memperagakan pakaian dalam musim panas di hadapan ribuan manusia
yang tak dia kenal. Semua orang yang melintas di depannya selalu melihat lekuk
tubuhnya yang menawan, bukan lagi melihat busana yang melekat pada tubuhnya. Tak
jarang mereka menunjuk bagian payudaranya kemudian tertawa. Sungguh pekerjaan
yang hina bukan?
Kami tidak pernah dibayar sepeser pun. Kami juga bingung,
kenapa kami mau diperlakukan seperti ini. Kami hanya diberi pelayanan gratis
perawatan tubuh kami. Kami seperti tak punya pilihan lain.
Hari ini aku dipaksa memperagakan busana adat Jawa, Kebaya.
Aku tidak tau kenapa hari ini aku mengenakan pakainan seperti ini. Orang-orang
di sampingku berkata bahwa ini adalah hari Kartini. Katanya, Kartini adalah
sosok pahlawan yang berjuang dalam emansipasi wanita. Tapi beliau telah tiada.
Andai beliau masih ada, aku akan berlari padanya. Memperjuangkan nasibku dan
nasib temanku, Nancy. Kami adalah wanita lemah tertindas.
Aku mengenakan busana kebaya berlengan panjang. Kemudian
kakiku tertutup oleh lembaran kain coklat yang sangat ketat. Orang disampingku
menyebutnya sebagai kain jarik. Aku menyukai busana indah ini, tetapi tidak
ketika orang-orang ini mulai melucuti pakaianku dihadapan banyak orang.
Mataku melirik kesebelah kanan. Kulihat Nancy sedang
telanjang. Entah mengapa orang-orang ini membiarkannya telanjang untuk waktu
yang cukup lama. Tidakkah mereka ingin menggantinya dengan busana lain? Atau
menutup aurat tubuh Nancy dengan selembar kain panjang untuk sebentar saja.
Apakah mereka orang-orang bodoh yang tak punya otak? Kulihat wajah Nancy yang
malu ketika banyak orang tersenyum licik melihat lekuk tubuhnya.
Kudengar seorang desainer busana dalam wanita sedang
berbincang sangat serius dengan pegawainya. Tanpa harus bersembunyi untuk
menguping, pembicaraan mereka terdengar jelas di telingaku. Kudengar, desainer
itu sedang marah dengan ulah pegawainya. Kemudian kudengar lagi, ia menyuruh
pegawainya untuk membuang Nancy. Katanya tubuh Nancy cacat, sehingga tidak
layak untuk digunakan lagi. Benar-benar tak punya hati nurani orang-orang ini.
Pandangan mataku berbelok melihat tubuh Nancy. Dia masih
telanjang bulat. Tunggu! Tubuh bagian mana yang cacat? Mataku seperti menyapu
satu per satu lekuk tubuh Nancy. Astaga! Tangan Nancy patah! Sepertinya,
pegawai desainer itulah yang membuat tangannya patah.
Tiba-tiba tubuh Nancy yang telanjang digendong kearah gudang
belakang. Mau di apakan Nancy? Sial, aku seperti tidak punya tenaga untuk
mencegahnya. Beberapa menit kemudian orang yang menggendong tubuh Nancy
kembali. Melaporkan bahwa Nancy sudah dibuang lewat gudang belakang. Kejam!
Biadab!
Tiba-tiba aku memikirkan nasibku kembali. Apakah aku juga
akan dibuang bila tiba-tiba tubuhku cacat? Aku seperti tak puya daya.
Tapi, sepertinya Nancy senang. Dia tidak lagi diperalat oleh
orang-orang biadab ini. Sekarang dia bebas walaupun tubuhnya sedikit cacat.
Kemudian aku sempat berpikir ingin melukai tubuhku sendiri.
Aku ingin seperti Nancy yang telah bebas. Tidak perlu dipaksa memperagakan
busana-busana model baru lagi dan telanjang di depan banyak orang.
Yah, sebebas apapun hidup kami, kami hanyalah sebuah manekin
yang diciptakan dari tangan manusia. Kami bukan makhluk hidup. Karena itulah
manusia memperalat, mempermainkan, serta mempermalukan kami.
No comments:
Post a Comment